10 Konsep Geografi Esensial
(Ja-ket-mo-kk-ag-in-dif-po-lo-niken)
1. Konsep Jarak
Konsep ini mengkaji
jarak antara suatu tempat dengan tempat lain. Jarak sebagai konsep geografi
mempunyai arti penting bagi kehidupan sosial, ekonomi maupun juga kepentingan
pertahanan.
Jarak dapat
merupakan faktor pembatas yang bersifat alami, sealipun arti pentingnya juga
bersifat relatif sejalan dengan kemajuan kehidupan dan teknologi.
Jarak berkaitan
erat dengan arti lokasi dan upaya pemenuhan kebutuhan atau keperluan pokok
(air, tanah subur, pusat pelayanan), pengangkutan barang dan penumpang.
Oleh karena itu
jarak tidak hanya dinyatakan dengan ukuran jarak lurus di udara yang mudah
diukur pada peta (dengan memperhatikan skala peta), tetapi dapat pula
dinyatakan sebagai jarak tempuh baik yang berkaitan dengan waktu perjalanan
yang diperlukan mapun satuan biaya angkutan.
Sejalan dengan
kemajuan teknologi dan upaya efisiensi, jarak tempuh maupun biaya angkutan
antara dua tempat yang berjauhan berubah dari waktu ke waktu.
Jarak yang semula
dapat ditempuh berhari-hari dengan berjalan kaki, kemudian dapat ditempuh dalam
beberapa jam dengan kendaraan bermotor atau kereta api, dan selanjutnya cukup
ditempuh dalam bilangan menit dengan memakai kapal terbang.
Jarak sebagai
pemisah antara dua tempat juga berubah sejalan dengan kemajuan sarana
komunikasi di samping sarana angkutan.
Itulah sebabnya,
sekarang orang dapat mengatakan bahwa dunia menjadi makin kecil dan jarak
menjadi makin dekat, karena dengan teknologi komunikasi mutakhir orang dapat
dengan mudah berbicara dengan orang lain atau melihat peristiwa yang
terjadi di benua lain dalam waktu yang sesaat (lewat telepon sambungan langsung
internasional atau melalui siaran televisi yang dipancarkan lewat satelit).
Namun bagi banyak
orang, khususnya bagi yang belum mampu menjangkau atau menggunakan sarana
telekomunikasi atau sarana angkutan modern yang biayanya mahal, jarak tetap
merupakan faktor penghambat atau pemisah.
Sedang dalam
kaitannya dengan perekonomian, jarak tetap merupakan faktor pembatas, sehingga
dikembangkan orang rumusan teori atau model-model yang bertalian dengan jarak
angkut, nilai sewa tanah, zonifikasi tata guna lahan, dan sebagainya.
Jarak berpengaruh
pada harga dan juga nilai sewa atau harga tanah.
Jarak pada peta
melalui garis lengkung atau berkelok-kelok dapat diukur dengan alat yang
disebut kurvimeter, yang dapat menunjukkan jarak pada peta dengan skala-skala
tertentu.
Konsep jarak
dibedakan menjadi dua, yaitu jarak absolut dan jarak relatif.
a. Jarak Absolut
Jarak absolut
diukur menggunakan satuan panjang
b. Jarak Relatif
Jarak relatif
diukur dengan mempertimbangkan rute, waktu, atau biaya.
2. Konsep Keterjangkauan
Konsep keterjangkauan mengkaji aksesbilitas suatu tempat.
Ketersediaan sarana prasarana untuk menjangkau suatu wilayah yang jauh akan
mudah dijangkau apabila sarana dan prasarana transportasi memadai.
Sebaliknya jarak yang dekat, tetapi kondisi sarana prasarana
transportasi kurang memadai menunjukkan aksesbilitas wilayah rendah
Aksesbilitas dapat pula dipengaruhi oleh faktor budaya di suatu
tempat.
Faktor adat istiadat dan sikap masyarakat setempat yang sulit
untuk menerima pengaruh dari luar, akan dapat menyebabkan suatu tempat sulit
dijangkau.
Suharyono (1994) dalam bukunya yang berjudul "Filsafat Geografi" menjelaskan bahwa:
"Keterjangkauan tidak selalu berkait dengan jarak, tetapi
lebih berkaitan dengan kondisi medan atau ada tidaknya sarana angkutan atau
komunikasi yang dapat dipakai.
Suatu tempat dapat dikatakan dalam keadaan terasing atau
terisolasi kalau tempat itu sukar dijangkau (dengan sarana komunikasi atau
angkutan) dari tempat-tempat lain, meski tempat tersebut relatif tidak jauh
dari tempat-tempat lain itu
Rintangan medan berupa adanya rangkaian pegunungan tinggi, hutan
lebat, dan rawa-rawa atau gurun pasir yang luas merupakan contoh penyebab suatu
tempat kurang dapat dijangkau dari tempat-tempat lain.
Faktor sosial yang berupa bahasa, adat istiadat serta sikap
penduduk yang berlainan (mencurigai setiap orang asing sebagai musuh) dapat
pula menjadikan faktor penyebab keterjangkauan suatu tempat."
3. Konsep Morfologi
Konsep morfologi merupakan konsep yang berhubungan dengan relief
(bentuk permukaan bumi) yang berbeda-beda, sehingga kegunaanya pun
berbeda.
Bentuk permukaan bumi sebagai hasil proses alam memiliki
hubungan dengan aktivitas atau kegiatan manusia dalam hidupnya.
Morfologi menggambarakan perwujudan daratan muka bumi sebagai
hasil pengangkatan atau penurunan wilayah (secara geologi) yang lazimnya
disertai erosi dan sedimentasi hingga ada yang berbentuk pulau-pulau, daratan
luas yang berpegunungan dengan lereng-lereng, lembah-lembah dan dataran
aluvial.
Morfologi juga menyangkut bentuk lahan yang terkait dengan erosi
dan pengendapan, penggunaan lahan, tebal tanah, ketersediaan air serta jenis
vegetasi yang dominan.
Bentuk dataran ataupun plato (dengan kemiringan tak lebih dari 5
derajat) merupakan perwujudan wilayah yang mudah digunakan sebagai daerah
permukiman dan usaha pertanian serta usaha-usaha perekonomian lainnya.
Jika diperhatikan peta persebaran penduduk di Asia ternyata
penduduk yang padat terpusat terutama di lembah-lembah sungai besar dan
tanah-tanah datar yang subur.
Sedang wilayah yang penuh dengan pegunungan atau dengan
lereng-lereng yang terjal yang mempunyai keterjangkauan sangat terbatas
lazimnya merupakan wilayah yang jarang penduduknya atau bahkan tidak didiami
manusia.
Bentuk pulau dengan garis-garis pantai yang panjang memberi arti
yang khusus mengingat nilai maritimitas (rasio panjang pantai dengan luas
daratan) yang tinggi.
4. Konsep Keterkaitan
Keruangan
Suatu wilayah dapat berkembang karena adanya hubungan dengan
wilayah lain, atau adanya saling keterkaitan antarwilayah dalam memenuhi
kebutuhan dan sosial penduduknya.
Dengan kata lain konsep ini menggambarkan hubungan antara
persebaran gejala geografi di suatu tempat dengan gejala
lain.
Keterkaitan keruangan atau asosiasi keruangan menunjukkan
derajat keterkaitan persebaran suatu fenomena dengan fenomena yang lain di satu
tempat atau ruang, baik yang menyangkut fenomena alam, tumbuhan, atau kehidupan
sosial.
Kovariasi ini juga mewujudkan suatu 'region; yang bersifat
formal, tidak seperti halnya 'region' fungsional yang terwujud dari integrasi
fenomena yang saling berinteraksi.
Sebagai contoh keterkaitan keruangan misalnya kemiringan lereng
dengan tebal tanah, makin terjal lerengnya tentunya akan disertai dengan
fenomena makin tipisnya tanah, karena di lereng yang terjal erosi terjai lebih
intensif.
Zona lereng tertentu dengan ketebalan tanah tertentu mewujudkan
'region' tersendiri, walaupun dengan skala mikro dan unsur-unsur yang terbatas
jumlah atau jenisnya (lereng, tanah, kandungan air, jenis vegetasi).
Contoh lain tumbuhnya alang-alang di tanah terbuka yang
mendapatkan sinar matahar dan tidak ditanami, sebaliknya tumbuhnya lumut di
pohon-pohon atau tempat yang teduh dan lembap.
Daerah gurun merupakan perwujudan kovariasi fenomena antara
kekeringan (keadaan iklim), kelangkaan vegetasi (vegetasinya jenis tertentu),
kehidupan fauna khas daerah gurun dan pelapukan batuan lepas yang lebih
dominan daripada adanya tanah.
Dalam hal fenomena hasil budaya, beradanya bersama d suatu
tempat (ruang) sejumlah gedung, bermacam peralatan (mebeler, instrumen, media)
dan peralatan dari sifat keterkaitan keruangan akan dapat mewujudkan suatu
'formal region' yang berupa kompleksitas bangunan gedung yang berbeda dengan
yang ada di tempat atau ruang lain.
Namun jika jika ketahui juga adanya atau saling pengaruh satu
dengan yang lain, maka apa yang kita ketahui bukan hanya kompleks gedung-gedung
penting yang berupa ''formal region'.
Pengertian kampus fakultas keolahragaan, fakultas teknik,
fakultas mipa, kompleksitas administrasi universitas, yang tempatnya terpisah
masing-masing mewujudkan functional region tersendiri.
Secara keseluruhan semuanya itu mewujudkan suatu universitas
atau institut teknologi, yang juga merupakan sebuah 'fungtional region' pada
hierarki yang lebih tinggi.
Dalam fenomena keadaan alam dapat dicontohkan adanya aneka macam
tumbuhan dan kehidupan maupun unsur-unsur abiotik di suatu tempat pada
ketinggian tertentu sebagai 'formal region' mungkin kita kenal sebagai daerah
hutan.
Tapi kalau kita perhatikan lebih lanjut adanya interaksi antara
unsur-unsur dalam ruang itu (atau juga ruang/tempat lain) dapatlah kita sampai
pada pengertian "functional region' yang berwujud hutan cadangan
hidrologisnya.
5. Konsep Aglomerasi
Konsep aglomerasi berkaitan dengan pemusatan atau
pengelompokan suatu fenomena di permukaan bumi.
Contohnya masyarakat cenderung mengelompok pada
tingkat sejenis, sehingga timbul daerah elite, daerah kumuh, pedagang besi tua,
dan pedagang barang.
Aglomerasi merupakan kecenderungan yang bersifat
mengelompok pada suatu wilayah yang relatif sempit yang paling menguntungkan
baik mengingat kesejenisan gejala maupun adanya faktor-faktor umum yang
menguntungkan.
Pada masyarakat kota cenderung tinggal mengelompok pada
tingakt yang sejenis sehingga timbul daerah permukiman elit, daerah tempat
tinggal para pedagang, daerah permukiman kompleks perumnas, yang kebanyakan
penghuninya pegawai negeri serta ada juga daerah permukiman kumuh.
Sedang pada masyarakat pedesaan yang masih agraris
penduduk cenderung menggerombol di tanah datar yang subur dan membentuk
perdukuhan atau pedesaan; makin subur tanahnya dan makin luas dataran makin
besar desa dan jumlah penduduknya.
Sebaliknya, makin terbatas tanah datar dan juga
kurang subur, gerombolan dukuh atau desa makin kecil dan makin terpencar
letaknya.
Salah satu keuntungan yang didapatkan dengan adanya
aglomerasi penduduk yang padat ialah dimungkikannya pengembangan sistem ekonomi
aglomerasi yang memanfaatkan jumlah penduduk yang besar sebagai daerah
pemasaran/pelayanan namun hanya meliputi wilayah yang sempit.
Ini berarti memungkinkan efisiensi yang tinggi
dalam produksi, pengangkutan barang maupun pemasangan atau pengadaan
sarana-sarana untuk pelayanan umum.
Ekonomi aglomerasi itu sendiri artinya penghematan
akibat menurunnya biaya rata-rata produksi atau pemeberian jasa, dan dapat
terjadi melalui ekonomi skala atau ekonomi skala internal (penghematan
akibat meningkatnya skala operasi), ekonomi lokaslisasi atau ekonmi skala eksternal
(penghematan akibat menurunnya biaya rata-rata produksi per unit karena
kedekatan lokasi atau kesamaan dalam melakukan kegiatan), ekonomi transfer
(penghematan karena biaya pengangkutan yang relatif murah), dan ekonomi
urbanisasi (penghematan karena aglomerasi industri di wilayah perkotaan yang
besar).
6. Konsep Interaksi - Interdependensi
Interaksi merupakan peristiwa saling mempengaruhi daya-daya,
objek, atau tempat satu dengan yang lain.
Setiap tempat mengembangkan potensi sumber dan kebutuhan yang tidak
selalu sama dengan apa yang ada di tempat yang lain.
Oleh karena itu senantiasa terjadi interaksi atau bahkan
interdependensi antara tempat yang satu dengan tempat atau wilayah lain.
Daerah pedesaan menghasilkan pangan dan produk-produk lain yang
juga dibutuhkan oleh penduduk perkotaan.
Sebaliknya kota menghasilkan barang industri, jasa dan informasi
yang juga diperlukan oleh kawasan pedesaan.
Maka terjadilah interaksi berupa pengangkutan barang
produk pertanian dari desa ke kota dan sebaliknya kota menyediakan
transportasi , mengirimkan produk industri atau bahan olahan ke pedesaan,
disamping juga berbagai informasi dan mungkit juga menyangkut jasa kredit bank.
Interaksi juga terjadi antara kota yang satu dengan kota yang
lain baik dalam bentuk pertukaran barang dan jasa ataupun perpindahan penduduk.
Interaksi keruangan bahkan juga terjadi antara unsur atau
fenomena setempat, baik antara fenomena alam ataupun fenomena kehidupan.
Interaksi antara endapan pasir yang diangkut air sungai dengan
hempasan gelombang (ombak) oleh dorongan angin di tengah laut menghasilkan
keadaan garis batas antara air dan daratan dengan pasir di dasarnya
senantiasa bergerak berubah-ubah bentuk ataupun posisinya.
Dalam bertani orang memperoleh hasil bahan makanan dari lahan
yang ditanam tetapi sekaligus juga mengurangi kesuburan tanah untuk kemudian
dengan mengembalikan kesuburan lewat pemupukan.
7. Konsep Diferensiasi Areal
Setiap tempat atau wilayah terwujud sebagai hasil integrasi
berbagai unsur atau fenomena lingkungan baik yang bersifat alam atau kehidupan
Integrasi fenomena menjadikan suatu tempat atau wilayah
mempunyai corak individualis tersendiri sebagai suatu region yang berbeda dari
tempat atau wilayah yang lain.
Unsur atau fenomena lingkungan bersifat dinamis (dalam keadaan
berubah) dan interaksi atau integrasinya juga menghasilkan karakteristik yang
berubah dari waktu ke waktu.
Wilayah pedesaan dengan corak khas adanya persawahan, kehidupan
pertani yang masih tradisional serta berbagai macam ragam tanaman pekarangan
akan menunjukkan perbedaan areal dengan wilayah perkotaan, walau kedua-duanya
sama-sama terus mengalami perubahan.
Bahkan perbedaan juga terdapat antara desa satu dengan yang
lain, karena fenomena atau unsur yang mewujudkannya tidak sama betul.
Fenomena yang berbeda dari satu tempat dengan tempat lain
menyangkut misalnya : jarak yang dekat sedang atau jauh dari jalan; perumahan
yang padat, sedang atau jarang; harga tanah (rumah) yang murah, sedang, atau
mahal; pendapatan penduduk yang tinggi, sedang, atau rendah dan sebagainya, di
samping fenomena-fenomena lingkungan alam yang tentunya juga tidak sama betul.
Diferensiasi area inilah yang antara lain juga mendorong
terjadinya interaksi antara tempat (desa) yang satu dengan yang lain, yakni
dalam bentuk mobilitas penduduk dan pertukaran barang atau jasa-jasa (buruh
tani, penyewaan alat pertanian, dan sebagainya).
8. Konsep Pola
Konsep pola berkaitan dengan susunan bentuk atau persebaran
fenomena dalam ruang di muka bumi, baik bersifat alami ataupun sosial budaya.
Fenomena alami, misalnya aliran sungai, persebaran vegetasi, jenis tanah, dan
curah hujan.
Fenomena sosial budaya, misalnya permukiman, persebaran penduduk,
pendapatan, mata pencaharian, jenis rumah, tempat tinggal dan sebaginya.
Geografi mempelajari pola-pola bentuk dan
persebaran fenomena, memahami makna atau artinya, serta berupaya untuk
memanfaatkannya dan di mana mungkin juga mengintervensi atau memodifikasi
pola-pola guna mendapatkan manfaat yang lebih besar.
Sebagai contoh, orang berladang dan menggembalakan ternak di
daerah yang hujannya kurang dan bersawah di daerah yang cukup air.
Di kawasan yang sudah maju orang membuat terusan-terusan untuk
lebih memanfaatkan sungai-sungai yang ada sebagai angkutan air.
Dengan mengingat adanya aliran sungai, tanah yang subur, tanah
datar yang terbatas, ada pola-pola permukiman yang memanjang (sepanjang tepi
sungai), meggerombol, menyebar, dan terpencar tidak merata.
Pada daerah perkotaan yang dibangun secara terencana orang
membuat daerah permukiman dengan pola sedemikian rupa untuk memudahkan setiap
penduduk mencapai pasar/tempat berbelanja, pergi ke kantor, pergi ke sekolah
dan sebagainya dengan mudah serta mewujudkan kehidupan sehari-hari yang nyaman
dan akrab.
Sebaliknya, dalam keadaan serba keterbatasan segolongan orang
tinggal pada rumah yang saling berimpitan tanpa disertai adanya fasilitas
pelayanan umum yang cukup memadai.
9. Konsep Lokasi
Konsep lokasi menjelaskan suatu objek atau fenomena
geosfer berkaitan dengan letaknya di permukaan bumi.
Konsep lokasi atau letak merupakan konsep utama
yang sejak awal pertumbuhan geografi telah menjadi ciri khusus ilmu atau pengetahuan geografi dan merupakan jawaban
atas pertanyaan pertama dalam geografi, yaitu "dimana?".
Lokasi atau letak dipelajari artinya dan
pemakaiannya sejak di tingkat SD hingga SMA atau bahkan di perguruan tinggi
(hingga muncul teori-teori tentang lokasi), dengan kompleksitas atau kekhususan
makna yang berbeda pada jenjang sekolah yang berlainan
Konsep lokasi dibagi menjadi dua, yaitu lokasi
absolut dan lokasi relatif.
Lokasi Absolut
Lokasi absolut merupakan letak yang bersifat tetap,
yaitu berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Lokasi absolut menunjukkan
letak yang tertap terhadap sistem grid atau kisi-kisi atau kordinat.
Untuk penentuan lokasi absolut di muka bumi dipakai
sistem koordinat garis lintang dan garis bujur yang telah disepakati bersama
dan derajatnya dihitung dari garis ekuator (untuk garis lintang) dan garis
meridian yang melalui kota Greenwich (meridian nol) untuk garis bujur.
Mengingat untuk penentuan lokasi absolut
tempat-tempat di muka bumi telah digunakan cara-cara yang memakai pengetahuan
astronomi (dengan membandingkan letak kedudukan benda langit dilihat dari
tempat yang berlainan di bumi) maka letak absolut disebut juga letak
astronomis.
Letak absolut bersifat tetap, tidak berubah-ubah,
meskipun kondisi tempat yang bersangkutan terhadap sekitarnya mungkin berubah.
Misalnya, suatu titik atau tempat di Bumi yang
lokasinya 2°LS dan 134°BT (ada di daratan Irian). Tidak ada tempat lain di Bumi
yang menunjukkan lokasi yang sama dengan tempat itu.
Lokasi absolut juga tidak akan berubah selagi
koordinat atau sistem kisi yang kita pakai masih berpangkal pada garis ekuator
dan meridian Greenwich.
Jadi tidak menjadi soal apakah kondisi tempat itu
sekarang masih berupa tempat di tengah hutan atau nantinya berupa tempat
permukiman yang penting artinya.
Lokasi Relatif
Lokasi relatif menunjukkan letak berdasarkan
kondisi daerah sekitarnya.
Lokasi relatif lebih penting artinya dan lebih
banyak dikaji dalam geografi secara lazim juga disebut letak geografis (walau
ada juga yang memakai sebutan letak geografis untuk letak yang dinyatakan
dengan garis lintang dan garis bujur).
Arti lokasi ini berubah-ubah bertalian dengan
keadaan daerah sekitarnya.
Sebagai contoh tempat yang mempunyai fakta lokasi
2°LS dan 134°BT, yang sekarang berupa tempat di hutan daerah pegunungan yang
berada di bagian tanah genting di bagian Kepala Burung Pulau Irian.
Tempat itu kini tak mempunyai arti penting bagi
kehidupan.
Tetapi seandainya suatu saat kelak di lokasi tempat
itu diusahakan tembang batu bara atau tambang emas dan di bagian tanah genting
itu kemudian dibuat terusan, maka tempat itu lalu mempunyai arti lokasi yang
amat penting atau strategis.
Demikian pula dalam artinya dengan upaya
penguasaan, pengembangan atau pengelolaan wilayah sekitarnya.
Dalam kaitannya dengan kepentingan politik,
pertahanan atau perekonomian lokasi yang demikian disebut juga sebagai posisi
yang strategis.
Lokasi yang berkaitan dengan keadaan di
sekitarnya dapat memberi arti yang sangat menguntungkan atau juga
merugikan.
Lokasi di dekat atau di tepi jalan raya dapat
menjadikan harga tanah menjadi sangat mahal, tetapi sekaligus juga kurang
disenangi bagi keperluan tempat tinggal golongan orang tertentu mengingat
bisingnya dan juga polusi asap kendaraan bermotor.
Lokasi sektitar pabrik-pabrik yang mengeluarkan
suara bising dan bahan polusi tidak menguntungkan sebagai tempat tinggal tetapi
untuk pertimbangan ekonomi (dekat dengan tempat bekerja) mungkin kawasan itu
menjadikan juga pilihan tempat permukiman bagi para pekerja pabrik yang
berpenghasilan rendah.
10.
Konsep Nilai Kegunaan
Nilai kegunaan fenomena atau sumber-sumber di muka bumi bersifat
relatif, tidak sama bagi semua orang atau golongan penduduk tertentu.
Daerah panai berpasir yang landai dengan perairan jernih belum
tentu memiliki nilai kegunaan yang demikian besar bagi penduduk setempat jika
mereka berorientasi kehidupan pada pemanfaatan sumber-sumber di daratan secara
bersahaja dan banyak jalan darat dapat ditempuh dengan mudah.
Sebaliknya bagi masyarakat kota yang hidupnya berkecukupan dan
penduduknya demikian padat daerah pantai yang demikian bagi sebagain orang
mungkin memiliki nila kegunaan yang demikian tinggi sebagai tempat rekreasi dan
pariwisata, sementara penduduk yang lain memilih pergi ke daerah pegunungan
yang berhawa sejuk sebagai tempat rekreasinya.
Demikian pula halnya dengan daerah dataran banjir yang bagi
orang-orang yang lebih maju merupakan daerah rawan dan tidak berguna sebagai
tempat tinggal, sebaliknya bagi masyarakat tertentu yang turun-temurun telah
tinggal di daerah itu merupakan pilihan tempat tinggal yang cukup menyenangkan,
walau harus disertai dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam
mengatasi kerawanan banjir dan memanfaatkan daerah itu.
0 komentar:
Posting Komentar